- Pengeluaran desa yang mengakibatkan beban APBDesa tidak dapat dilakukan sebelum rancangan peraturan desa tentang APBDesa ditetapkan menjadi peraturan desa.
- Pengeluaran desa sebagaimana dimaksud pada ayat (1) tidak termasuk untuk belanja pegawai yang bersifat mengikat dan operasional perkantoran yang ditetapkan dalam peraturan kepala desa.
- Penggunaan biaya tak terduga terlebih dulu harus dibuat Rincian Anggaran Biaya yang telah disahkan oleh Kepala Desa.
- Hal ini dilakukan jika APBDes tahun bersangkutan belum juga di sahkan, namun belanja pegawai dan belanja operasional tersebut sudah harus dibayarkan.
- Belanja pegawai dan belanja operasional tersebut dibayarkan berdasarkan rancangan APBDes.
- Dalam siskeudes proses pencairan dana sebelum APBDes disahkan ini diakomodir melalui SPP yang diajukan berdasarkan Posting Usulan APBDes. Artinya setelah rancangan APBDes dibuat dalam Siskeudes, walaupun belum disahkan oleh BPD, SPP tetap dapat dibuat dengan cara terlebih dahulu melakukan posting di tahap Usulan APBDes (Kode 1)
- Berdasarkan rencana anggaran biaya sebagaimana dimaksud dalam Pasal 27 ayat (1) pelaksana kegiatan mengajukan Surat Permintaan Pembayaran (SPP) kepada Kepala Desa.
- Surat Permintaan Pembayaran (SPP) sebagaimana dimaksud pada ayat (1) tidak boleh dilakukan sebelum barang dan atau jasa diterima.
- Kalau SPP baru dibuat setelah barang dan jasa diterima oleh desa berarti telah terjadi pembelian dengan cara berhutang.
- Kalau berhutang, desa seharusnya melakukan kesepakatan kerjasama dengan penyedia, seharusnya ada berita acara kerjasama tersebut, bahwa penyedia barang atau jasa bersedia menalangi/memberikan barang dan jasa tersebut dan akan menerima pembayaran setelah dilakukan proses pencairan SPP.
- Tidak semua desa bisa menemukan penyedia barang/jasa jang bisa diambil barang/jasanya dengan cara berhutang
- Jika tidak ada penyedia yang bersedia memberikan barang atau jasa nya terlebih dahulu atau memberi hutang, maka SPP defenitif seperti yang ada di pasal 28 ayat 2 ini tidak akan pernah bisa di realisasikan, sebab desa dilarang membuat SPP sebelum barang atau jasa diterima. Jika tidak ada SPP berarti tidak ada uang yang bisa dibayarkan.
- Jika desa melakukan penarikan uang dari rekening Bank untuk membeli barang dan kemudian baru di buatkan SPP nya, bertentangan dengan pasal 28 ayat 2 karena, jangankan untuk membayar, untuk membuat Surat Permintaan Pembayaran (SPP) pun disyaratkan bahwa barang atau jasanya diterima terlebih dahulu.
- Terdapat suatu kondisi yang menyebabkan pengunggan SPP Defenitif tersebut tidak dapat diterapkan di semua desa.
- Agar ketidaksempurnaan aturan ini tidak menjadi hambatan seharusnya diambil sebuah kebijakan (diskresi), BPKP menginisiasi melalui Aplikasi Siskeudes dengan menambahkan satu metode lagi dalam proses pencairan anggaran belanja desa, yaitu dengan metode panjar. Solusi BPKP ini disetujui oleh Kemendagri selaku pembuat Permendagri No. 113/2014 ini. Hal ini bisa dibuktikan dengan adanya MOU antara Kemendagri dan BPKP untuk mengimplementasikan Siskeudes, dimana dalam siskeudes ditambahkan sebuah metode pencairan dana yaitu SPP panjar yang tidak ada diatur dalam Permendargi No. 113/2014 tsb.
- Dengan demikian apakah SPP panjar boleh digunakan ? Silahkan simpulkan sendiri, namun sebagai pelaksana dari pihak kabupaten, sesuai dengan instruksi Kemendagri, Provinsi, dan bahkan ada rekomendasi dari KPK untuk menggunakan Siskeudes, maka kami meyakini prosedur yang ada di siskeudes adalah prosedur yang legal dan bisa dipertanggungjawabakan.
- Surat Permintaan Pembayaran (SPP);
- Pernyataan tanggungjawab belanja; dan
- Lampiran bukti transaksi
- Saat membuat SPP langsung diinputkan kwitansi atau rincian belanjanya berdasarkan kwitansi yang telah diperoleh atas belanja.
- Jika belum ada kwitansi maka rincian belanja nya dimintakan dulu untuk proses pembuatan SPP defenitif dan kwitansi dihasilkan hasil printout siskeudes, namun dalam siskeudes permasalahan justru sering timbul karena praktek seperti ini. Setelah SPP defenitif dibuat berdasarkan rincian belanja yang sekiranya akan dilaksanakan, ternyata setelah benar-benar dilakukan belanja terjadi perubahan atas spj nya.
TINJAUAN SPP DEFENITIF VS SPP PANJAR (SISKEUDES)
SPP DEFENITIF
- TPK atau PTPKD mengajukan Rencana Penggunaan Dana (RPD) dalam hal ini karena sudah defenitif maka daftar yang diserahkan adalah rincian penggunaan dana beserta Kwitansi dan kelengkapan SPJ lainnya untuk dibuatkan SPP defenitif.
- Sekdes memverifikasi RPD tersebut apakah kegiatan dan anggarannya tersedia dan jumlahnya wajar serta bisa dipertanggungjawabkan.
- Berdasarkan RPD tersebut PTPKD membuatkan SPP (biasanya langsung operator/bendahara desa yang membuat) yang ditujukan kepada Kepala Desa
- Dalam membuat SPP langsung di input sampai dengan rincian belanja yang ada di kwitansinya.
- Jika ada belanja yang harus dikenakan pajak, maka langsung diinput pemotongan pajaknya.
- SPP di cetak terdiri atas SPP-1, SPP-2 dan SPTB. Semua dokumen ini harus ditandatangi oleh pihak-pihak yang ada di dalam dokumen SPP tersebut.
- Setelah dokumen SPP ditanda tangani oleh Sekdes (selaku verifikator) dan Kepala desa (selaku pengguna aggaran) maka SPP tersebut telah dapat dicairkan.
- Jika ditangan bendahara (Saldo BKU) terdapat uang yang cukup untuk mencairan SPP tersebut maka dapat langsung dilakukan pencairan, tapi jika tidak maka harus melakukan penarikan uang dari bank terlebih dahulu melalui menu mutasi kas.
- Jika uang tunai sudah tersedia, maka dilakukan pencairan SPP, dan sebagai bukti digunakan hasil cetak bukti pencairan diaplikasi. Uang pencairan tersebut diserahkan melalui TPK atau PTPKD untuk dibayarkan langsung kepada penyedia barang atau jasa.
- Setelah SPP dicairkan, maka belanja tersebut sudah selesai administrasinya dan secara otomatis akan masuk kedalam laporan penatausahaan dan pembukuan.
SPP PANJAR
- TPK atau PTPKD mengajukan Rencana Penggunaan Dana (RPD) sebagai dasar untuk pembuatan SPP panjar.
- Sekdes memverifikasi RPD tersebut apakah kegiatan dan anggarannya tersedia dan jumlah yang diajukan adalah wajar dan bisa dipertanggungjwasabkan.
- Berdasarkan RPD yang telah diverifikasi oleh PTPKD dan Sekdes dibuatkanlan SPP Panjar.
- SPP Panjar diinput hanya sampai rincian rekening belanja atau tidak sampai kwitansi, karena belum ada kwitansi yang bisa dibukukan.
- SPP di cetak terdiri atas SPP-1 dan SPP-2, karena belum ada belanja sehingga tidak ada SPTB. Semua dokumen ini harus ditandatangi oleh pihak-pihak yang ada di dalam dokumen SPP tersebut.
- Berdasrkan SPP yang telah ditandatangani oleh pihak-pihak terkait tersebut dilakukan pencairan SPP.
- Jika ditangan bendahara (Saldo BKU) terdapat uang yang cukup untuk mencairan SPP tersebut maka dapat langsung dilakukan pencairan, tapi jika tidak maka harus melakukan penarikan uang dari bank terlebih dahulu melalui menu mutasi kas.
- Jika uang tunai sudah tersedia, maka dilakukan pencairan SPP, dan sebagai bukti digunakan hasil cetak bukti pencairan diaplikasi. Uang pencairan diserahkan kepada TPK atau PTPKD untuk dibelanjakan sesuai dengan RPD dan SPP yang diajukan sebelumnya.
- Setelah diterima dan dibelanjakan, uang panjar yang diterima oleh TPK atau PTPKD harus dipertanggungjawabkan paling lambat 7 hari sejak pencairan.
- TPK atau PTPKD menyerahkan SPJ berupa Kwitansi belanja dan bukti transaksi lainnya yang telah diverifikasi oleh Sekdes kepada Bendahara.
- Berdasarkan SPJ tersebut Bendahara menginput ke siskeudes pada menu Penatausahaan – SPJ kegiatan.
- Jika ada belanja yang harus dikenakan pajak, maka langsung diinput pemotongan panjaknya
- Jika SPJ yang disampaikan lebih kecil dari nilai panjar yang diberikan, maka TPK atau PTPKD harus mengembalikan panjar tersebut kepada bendahara.
- Bendahara melakukan pembukuan pengembalian panjar, suapaya sisa panjar tersebut kembali masuk menjadi kas tunai dan dapat dimintakan melalui SPP berikutnya.
- Setelah SPJ dibukukan dan sisa panjar kalau ada telah dibukukan maka selesai proses administrasi atas belanja kegiatan tersebut melalui metode panjar.
TANYA JAWAB
- Kemungkinan Pertama Anggarannya belum diposting,
- Kemungkinan Kedua Anggarannya sudah diposting tapi tanggal psotingnya salah,
- Kemungkinan ketiga Anggaran sudah diposting tapi tidak sesuai tahapan, contoh SPP untuk kegiatan pembangunan, ternyata posting APBDes masih di tahap 1 atau tahap usulan, bukan di tahap APBDes awal atau tahap 2.
- Kemungkinan keempat Tanggal SPP dibuat dibawah tanggal posting. Seharusnya tanggal SPP adalah setelah tanggal Posting.
- Pada saat membuat SPP Defenitif “dipaksakan” entri rincian belanja nya atau tidak dari bukti kwitansi yang sebenarnya. Sehingga pada saat benar-benar dilakukan belanja ternyata apa yang telah diinput di spp defenitif tidak sesuai dengan belanja sebenarnya.
- Pada saat membuat SPP defenitif tejadi kesalahan penempatan kwitansi belanja, Seharusnya ditempatkan di SPP kegiatan A, tapi malah Terinputkan di SPP kegiatan B.
- Solusinya : Melalui Kabupaten, Segera Hubungi BPKP setemapat untuk mendapatkan update siskeudes V1.2R.1.0.5 yang didalamnya sudah ada menu pengembalian belanja.
- Hapus Penyetoran pajak terkait SPJ tersebut kalau ada
- Hapus penyetoran sisa panjar jika ada sisa panjar yang telah disetorkan melalui menu penyetoran sisa panjar
- Hapus semua kwitansi dan semua potongan pajak pada SPJ kalau ada.
- Hapus SPJ.
- Hapus Pencairan SPP
- Baru kemudian bisa dihapus atau diubah SPP nya.
- Klik kanan di Database yang akan dikirim
- Pilih Add to Archive
- Ganti nama file pada kolom archive name dari .rar menjadi .ras contoh DataAPBDes2017.ras
- Klik OK
- File DataAPBDes2017.ras ini yang di emailkan ke saya pada alamat : oedean78@gmail.com
- Jika dilihat mayoritas pengelolaan keuangan desa berdasarkan kondisinya khusunya ditempat kami maka SPP yang paling sering digunakan, kecuali untuk Siltap.
- SPP defenitif memang lebih mudah dari pada SPP panjar jika pada saat SPP dibuat memang sudah ada kwitansi belanja yang defenitif dan tidak akan dirubah lagi, tapi jika rincian belanja yang dibuat adalah masih rencana, atau rekaan, atau blm merupakan kejadian transaksi belanja yang sebenarnya, maka SPP defenitif bisa jauh lebih menyulitkan daripada SPP panjar. Karena kwitansi belanja yang sebenarnya berbeda dengan yang dinput dalam SPP maka tentunya SPP tersebut harus diubah. Kemungkinan masalah :
- Harus menghapus Pencairan SPP terlebih dahulu
- Pajak yang terlanjur dipotong dan disetor kemudian terjadi perbuhan akan menyebabkan tidak seimbangnya pembukuan
- Tidak sama atau sinkronnya antara SPP dan Rinciannya, dan atau Tidak sama antara Nilai SPP dengan Nilai Pencairan (salah satu kelemahan siskeudes) sehingga laporan pembukuan akan kacau.